haipedia.com – Kue Panada telah menjadi salah satu ikon kuliner khas Manado, Sulawesi Utara, yang memadukan rasa gurih ikan dengan tekstur lembut kulit adonan. Sebagai camilan tradisional yang sering disajikan dalam acara keluarga atau festival, kue ini menarik minat pecinta makanan Indonesia yang mencari “resep kue Panada” atau “kue Panada khas Manado”. Dengan bentuk mirip pastel tapi lebih tebal dan empuk, Panada bukan hanya makanan sehari-hari, melainkan simbol akulturasi budaya yang memperkaya warisan kuliner nusantara. Di era modern, kue ini semakin populer melalui inovasi varian dan penjualan online, membuatnya mudah diakses di berbagai daerah. Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang kue Panada, mulai dari pengertian dasar hingga aspek karir, bisnis, kontroversi, dan pengaruh budayanya, sehingga pembaca dapat memahami nilai lebih dari sekadar rasa yang menggugah selera.
Pengertian dan Bahan Dasar Kue Panada
Kue Panada adalah camilan goreng berbentuk bulan sabit yang berisi campuran ikan atau sayuran berbumbu, dibungkus dengan adonan roti yang empuk. Berbeda dengan pastel yang kulitnya renyah dan tipis, Panada memiliki kulit lebih tebal dan lembut, mirip roti goreng, karena menggunakan ragi dan santan dalam adonannya. Istilah “Panada” sendiri berasal dari bahasa Spanyol atau Portugis “empanada”, yang berarti makanan yang dibungkus, menunjukkan akarnya sebagai hidangan isian yang praktis dibawa.
Bahan dasar kulit Panada meliputi tepung terigu, ragi instan, gula pasir, garam, dan air hangat atau santan untuk kelembapan. Isian utamanya adalah ikan cakalang atau tuna yang disuwir, dicampur dengan bumbu seperti bawang merah, bawang putih, cabai merah, daun jeruk, kemangi, dan daun bawang, sehingga menghasilkan rasa pedas gurih khas Minahasa. Beberapa varian menggunakan pepaya muda parut untuk menambah tekstur renyah, atau sayuran seperti kentang, wortel, dan kubis untuk versi vegetarian. Proses penggorengan dengan minyak panas membuat kulit berwarna keemasan, sementara isian tetap lembab dan beraroma.
Di Indonesia, Panada sering dikonsumsi sebagai camilan sore hari atau pendamping minum teh, dengan kalori sekitar 200-300 per buah tergantung isian. Bagi yang mencari “bahan kue Panada”, resep dasar ini mudah diadaptasi di dapur rumah, membuatnya populer di kalangan ibu rumah tangga dan pecinta kuliner rumahan.
Sejarah dan Evolusi Kue Panada
Sejarah kue Panada tidak lepas dari pengaruh kolonial Eropa di Nusantara, khususnya di wilayah Minahasa. Diperkirakan dibawa oleh penjajah Portugis atau Spanyol pada abad ke-16, ketika mereka berlabuh di Sulawesi Utara untuk berdagang rempah. Kata “Panada” berasal dari “empanada”, hidangan Spanyol yang berisi ikan tuna dan tomat, yang kemudian diadaptasi dengan bahan lokal seperti ikan cakalang yang melimpah di perairan Manado. Meskipun ada pendapat yang mengaitkannya dengan pengaruh Belanda melalui kue pastel, bukti etimologi dan bentuk lebih mengarah ke akar Iberia.
Pada masa awal, Panada menjadi makanan prajurit atau saudagar karena mudah dibawa dan tahan lama. Resep asli diyakini dimiliki oleh keluarga Mandey, keturunan asli Minahasa, yang mewariskan cara pembuatan secara turun-temurun. Evolusi terjadi seiring waktu: dari isian sederhana ikan segar menjadi campuran dengan pepaya muda untuk menambah volume dan rasa, sesuai ketersediaan bahan di daerah tropis. Pada abad ke-19, saat perdagangan laut semakin ramai, Panada menyebar ke kota-kota pelabuhan lain di Indonesia, meskipun tetap identik dengan Manado.
Di era modern, evolusi Panada terlihat dari inovasi varian manis atau halal untuk pasar yang lebih luas. Dengan kemajuan teknologi, seperti penggunaan oven listrik untuk versi panggang yang lebih sehat, kue ini tetap relevan. Pandemi COVID-19 mempercepat evolusi melalui penjualan online, di mana UMKM Manado memasarkan Panada beku ke seluruh Indonesia. Sejarah ini menjadikan “sejarah kue Panada” sebagai cerita akulturasi yang memperkaya identitas kuliner Minahasa.
Resep dan Cara Membuat Kue Panada
Membuat kue Panada relatif sederhana, tapi memerlukan ketelitian untuk mendapatkan kulit empuk dan isian yang meresap. Berikut resep dasar untuk 10-12 buah Panada, yang bisa disesuaikan dengan selera.
Bahan kulit: 300 gram tepung terigu protein sedang, 1 sendok makan ragi instan, 2 sendok makan gula pasir, 1/2 sendok teh garam, 200 ml air hangat atau santan, dan 2 sendok makan margarin leleh. Bahan isian: 200 gram ikan cakalang suwir (bisa diganti tuna kaleng), 100 gram pepaya muda parut, 5 siung bawang merah iris, 3 siung bawang putih cincang, 5 cabai merah iris, 2 lembar daun jeruk, segenggam kemangi, garam, dan minyak untuk menumis.
Cara membuat: Pertama, campur ragi dengan air hangat dan gula, diamkan 10 menit hingga berbusa. Masukkan tepung, garam, dan margarin, uleni hingga kalis. Tutup adonan dengan kain lembab, diamkan 1 jam hingga mengembang dua kali lipat. Sementara itu, tumis bawang merah, bawang putih, cabai, dan daun jeruk hingga harum. Masukkan ikan suwir dan pepaya parut, tambah garam secukupnya, masak hingga kering dan meresap. Tambahkan kemangi di akhir untuk aroma segar.
Bagi adonan menjadi bola-bola kecil, gilas tipis, isi dengan 1-2 sendok isian, lipat seperti pastel, dan pilin pinggirannya agar rapat. Panaskan minyak goreng sedang, goreng Panada hingga kecokelatan di kedua sisi, angkat dan tiriskan. Untuk varian sehat, bisa dipanggang di oven 180 derajat Celsius selama 20 menit. Tips: Gunakan ikan segar untuk rasa optimal, dan taburi tepung maizena sebelum goreng agar tidak lengket. Resep ini bisa dimodifikasi untuk versi vegan dengan isian sayur saja, membuat “resep kue Panada” mudah dicoba di rumah.
Varian dan Inovasi Kue Panada
Varian kue Panada semakin beragam seiring perkembangan selera masyarakat. Varian klasik menggunakan isian ikan cakalang pedas, tapi ada juga yang memakai daging sapi cincang, ayam, atau kornet untuk rasa lebih familiar di luar Manado. Varian vegetarian dengan kentang, wortel, kubis, dan daun bawang menjadi pilihan bagi yang menghindari protein hewani. Di beberapa daerah, seperti Galisia Spanyol, Panada dibuat besar seperti pie dengan isian tuna dan tomat, yang menginspirasi inovasi ukuran jumbo di Indonesia.
Inovasi modern termasuk Panada manis dengan isian cokelat, keju, atau selai kacang, menarik generasi muda. Ada juga versi beku untuk ekspor, atau Panada panggang untuk opsi rendah lemak. Di Manado, UMKM seperti yang dikelola Meity Ondang menawarkan varian unik seperti isian laksa atau pepaya muda, menggabungkan rasa tradisional dengan sentuhan kontemporer. Inovasi ini menjaga relevansi Panada di pasar kuliner yang kompetitif, dengan pencarian “varian kue Panada” sering mengarah ke resep kreatif di platform digital.
Karir di Bidang Kue Panada
Karir terkait kue Panada sering dimulai dari skala kecil, seperti pengusaha rumahan yang memproduksi camilan tradisional. Banyak yang beralih profesi, seperti sarjana hukum yang meninggalkan karir formal untuk membuka usaha Panada, memanfaatkan resep keluarga untuk membangun brand. Di Manado, karir sebagai pembuat kue tradisional melibatkan keterampilan baking, manajemen bahan, dan pemasaran, dengan pelatihan melalui kursus UMKM dari Kementerian Koperasi.
Posisi lebih profesional termasuk chef spesialis makanan Minahasa di restoran atau hotel, di mana pengetahuan tentang Panada menjadi nilai tambah. Sertifikasi halal atau hygienis dari BPOM membuka peluang ekspor. Di tingkat nasional, karir sebagai konten kreator kuliner di YouTube atau TikTok, seperti video resep Panada yang viral, bisa menghasilkan pendapatan dari sponsor. Gaji awal untuk pengusaha kecil sekitar Rp5-10 juta per bulan, tergantung volume penjualan. Karir ini menuntut dedikasi, tapi menjanjikan kepuasan dalam melestarikan warisan budaya.
Aspek Bisnis dalam Kue Panada
Bisnis kue Panada berkembang pesat melalui UMKM di Sulawesi Utara, di mana produksi rumahan seperti milik Meity Ondang di Desa Noongan menghasilkan cuan dari varian isian unik. Modal awal rendah—sekitar Rp10-20 juta untuk peralatan dan bahan—membuatnya ideal untuk usaha kecil. Penjualan melalui pasar tradisional, toko kue, atau platform online seperti Shopee mencapai ratusan ribu per hari di musim libur.
Strategi bisnis termasuk kemasan vakum untuk daya tahan, atau franchise di kota besar seperti Jakarta. Potensi ekspor ke negara tetangga, dengan label “kue tradisional Indonesia”, didukung program pemerintah seperti KUR untuk UMKM. Tantangan seperti fluktuasi harga ikan diatasi dengan varian alternatif. Bisnis ini berkontribusi pada ekonomi lokal, menciptakan lapangan kerja untuk 5-10 orang per usaha, membuat “bisnis kue Panada” menjadi peluang menjanjikan bagi pengusaha muda.
Kontroversi dan Tantangan Kue Panada
Kue Panada tidak lepas dari kontroversi, terutama perdebatan asal usulnya. Beberapa mengklaim pengaruh Belanda melalui pastel, sementara yang lain menekankan akar Spanyol/Portugis dari empanada, memicu diskusi di kalangan sejarawan kuliner. Kontroversi resep asli juga muncul, dengan klaim bahwa formula autentik dimiliki keluarga Mandey, membuat varian modern dikritik sebagai penyimpangan dari tradisi.
Isu halal menjadi perhatian, terutama di masyarakat muslim, karena pengaruh non-muslim di Minahasa dan penggunaan bahan seperti daging babi di varian tertentu—meskipun versi ikan lebih umum. Tantangan lain termasuk keamanan makanan, seperti penggunaan ikan kaleng vs segar untuk menghindari kontaminasi. Di era digital, kontroversi muncul dari resep viral yang dianggap tidak akurat, memicu perdebatan di media sosial. Meski demikian, kontroversi ini mendorong edukasi tentang keaslian, memperkuat posisi Panada sebagai warisan budaya.
Pengaruh Budaya Kue Panada
Kue Panada memiliki pengaruh budaya mendalam sebagai simbol fusi Minahasa dengan kolonial Eropa. Di Manado, ia hadir dalam acara adat seperti pesta panen atau pernikahan, mewakili keramahan masyarakat. Pengaruh Portugis memperkaya identitas kuliner Indonesia, mirip bagaimana empanada menjadi hidangan nasional di Amerika Latin.
Secara nasional, Panada memperkuat narasi akulturasi, di mana bahan lokal seperti cakalang digabung dengan teknik asing. Di festival kuliner seperti Ubud Food Festival, ia mempromosikan keberagaman Indonesia. Pengaruhnya juga terlihat di diaspora Minahasa, di mana resep dibawa ke kota besar, memperkaya scene street food. Namun, pengaruh ini bisa negatif jika komersialisasi mengikis nilai tradisional. Secara keseluruhan, Panada adalah jembatan budaya yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini.
Kesimpulan: Masa Depan Kue Panada sebagai Ikon Kuliner
Kue Panada adalah lebih dari camilan; ia adalah warisan yang menyatukan rasa, sejarah, dan budaya. Dari karir pengusaha hingga bisnis UMKM, kue ini menawarkan peluang, meskipun kontroversi asal usul menambah kedalaman diskusi. Pengaruh budayanya terus berkembang, memastikan Panada tetap relevan. Bagi siapa pun yang ingin mencoba “kue Panada khas Manado”, ini adalah undangan untuk menjelajahi kekayaan kuliner Indonesia yang tak tergantikan.
